Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio, mengatakan keinginan pihaknya untuk mengatur media baru, seperti YouTube dan Netflix, tidak muncul begitu saja. Wacana soal pengaturan media-media tersebut bahkan sudah sejak tiga tahun lalu.
Perkembangan penggunaan dan jumlah penonton berbagai layanan online yang semakin tumbuh, kata Agung, membuat KPI melihat harus ada pihak yang memberikan pengawasan.
Keberhasilan KPI yang diklaimnya sukses membersihkan hoaks dan konten negatif lain di layar kaca, membuat lembaga tersebut merasa juga perlu mengatur konten di media digital, yang sama-sama muncul di ranah publik.
"Wacana untuk mengatur media baru ini sudah dari tiga tahun lalu. Kalau kita melihat survei generasi milenial, sebagian besar menonton media baru dan jarang nonton TV. Pertanyaannya adalah siapa yang mengawasi media ini (media digital)," ungkap Agung di acara diskusi tentang TV digital di Jakarta, Kamis (22/8/2019) kemarin.
KPI menyadari saat ini belum berwenang mengawasi media baru seperti YouTube dan Netflix, sebab tidak diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Dalam aturan tersebut, KPI hanya berwenang mengatur konten-konten yang tayang di TV dan radio. Oleh sebab itu, KPI sedang mengupayakan aturan pengawasan media baru tersebut bisa dimasukkan ke dalam revisi peraturan penyiaran dan disetujui DPR.
KPI pun berharap bisa membuka ruang diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk warganet untuk memberikan masukan terkait rencananya tersebut. Menurut Agung, konten media baru tersebut juga sama-sama muncul di ranah publik, seperti halnya televisi dan radio.
"Karena bagaimana pun konten itu muncul di publik, sekalipun memakai sumber daya terbatas. Artinya, bisa mencemarkan kita juga," sambungnya.
Sumber Pajak
Agung mengungkapkan, hal lain yang bisa dilakukan KPI jika memiliki kewenangan mengawasi media baru yaitu menjaga potensi pendapatan negara yang masuk dari media-media tersebut. Ia berharap media baru seperti Netflix tidak hanya sekadar memiliki perwakilan di Indonesia.
"Untuk mengatur media baru itu, kami juga ingin bahas secara multisektor. Salah satunya tentang bagaimana media baru itu tidak hanya membuka kantor perwakilan, agar juga bisa menjadi objek pajak di Indoneia," tutur Agung.
Wacana KPI untuk turut mengatur konten di ranah digital ini mendapatkan banyak reaksi negatif dari warganet. Bahkan, sampai muncul petisi #KPIJanganUrusinNetflix di Change.org.
Penggagas petisi, Dara Nasution, menilai KPI tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi ranah digital, dan sebaiknya justru harus lebih fokus pada media televisi.
"Pemerintah hanya perlu mengajak semua platform mengedukasi orangtua agar ikut terlibat dalam mengaktifkan content-restriction (pada media baru seperti YouTube dan Netflix). KPI justru harus fokus pada media televisi yang tidak memiliki teknologi age-restriction, semua orang di rumah bisa menonton acara TV apapun," jelas Dara.